Sunday, January 2, 2011

Temanku, Budakku

Kisah ini dimulai dari 3 orang teman cewe yang bersekolah di tempat yang sama berumur sama yaitu 19 tahun. Oh ya perkenalkan dulu namanya Suzie, Ivy dan Jess. Mereka bersekolah di sekolah negeri (bukan swasta) di sebuah negara …(nggak usah disebutlah). Rumah mereka berdekatan satu sama lain. Banyak cowo naksir ke mereka, bukan hanya karena tubuh mereka yang seksi, menantang tapi juga terutama karena Jess sangat pintar sekali. 
Setiap akhir pekan mereka bergilir menginap di salah satu dari mereka. Ujian akhir semester mendekati akhir. Jess sangat pintar terutama dalam bidang matematika dan fisika. Suzie dan Ivy kadang-kadang iri kepada Jess, karena teman-teman sekolah mereka lebih menyukai Jess daripada mereka karena kepintarannya dan keramahannya. 
Suatu hari Jess mendapatkan undangan untuk pergi ke pesta ultah temannya yang bernama Nicky. Undangannya juga terbatas. Tidak semua teman-teman mereka diundang termasuk Suzie dan Ivy. Mereka iri sekali. Jess berkata kepada mereka,” Sebenarnya saya juga nggak mau pergi, tapi Nicky maksa saya pergi ke pesta ultahnya. Karena saya tahu kalian tidak diundang.” “Jess, sudahlah, kamu pergi saja, kita juga tahu kamu khan emang pengin pergi.” ketus Suzie. Sabtu ini sebenarnya giliran mereka menginap di rumah Jess, tapi berhubung Jess diundang ke pesta ultah temannya maka niat tersebut terpaksa dibatalkan. “Sorry yah, ini juga bukan salah saya kalau saya diundang. Saya tidak pernah meminta Nicky mengundang saya. Saya harap kalian mengerti.” Jess berkata dengan perasaan agak bersalah. Jess boleh dibilang seorang cewe yang paling lembut dan agak emosional dibandingkan dengan Suzie dan Ivy. 
Pergi diketahui pula, karena kepintarannya Jess berupaya mendapatkan beasiswa ke universitas ternama di negera tersebut. Makanya dia belajar siang dan malam untuk mendapatkan yang terbaik. Semenjak itu hubungan Jess dengan Suzie dan Ivy menjadi agak renggang. Jess lebih memilih belajar di rumah daripada pergi ke mall-mall atau menonton bioskop. 
Suatu hari Suzie dan Ivy merencanakan sesuatu. Sesuatu yang ‘luar biasa’
Sesuatu yang mereka pikir cuma untuk ‘fun’ saja. Sesuatu yang bakalan mengubah kehidupan seorang Jess. 
Di sekolah,” Hi Jess, boleh tidak kalau Suzie dan saya pergi ke rumah kamu hari ini?” kata Ivy dengan wajahnya yang serius. “Lho, kok wajah kalian serius banget?” tawa Jess melihat temannya yang sangat serius banget. “Tentulah kalian khan teman baik saya, kenapa nggak?” kata Jess. “Ini, ada yang mau dibicarakan. Penting banget.” bisik Ivy. 
Hari ini merupakan hari terakhir ujian buat mereka. Mereka ada libur seminggu sebelum mereka kembali ke sekolah. 
Di rumah Jess
Setelah mereka tiba di rumah Jess, Ivy mulai membuka pembicaraan “Kita khan sudah berteman sudah lama, sudah saling mengenal satu sama lain. Kedatangan kita hari ini yaitu ingin minta pertolongan kamu tentang suatu hal. Saya percaya dengan kepintaran kamu, hal ini tidak menjadi masalah.” Semuanya terdiam. Jess berusaha menebak-nebak arah pembicaraan. “Saya belum bilang iya atau tidak. Sampai saya tahu apa yang musti saya tolong.” kata Jess dengan serius pula. “Begini, kamu khan tahu, kalau hari ini, hari terakhir ujian. Bagaimana kalau saya dan Ivy meminta tolong kamu untuk menyelinap ke gedung sekolah malam ini kemudian masuk ke ruang kepala sekolah, yang dimana bapak kepala sekolah menyimpan seluruh hasil ujian dan setelah itu coba temukan ujian saya dan Ivy, terus jawabannya diganti dengan jawaban yang benar.” Suzie memberikan penjelasan sambil menatap Jess.
“APA…apa kamu tidak salah menyuruh saya berbuat sesuatu yang melanggar peraturan. TIDAK. Saya tidak akan mungkin melakukannya untuk kalian.” Jess berkata dengan suara yang hampir berteriak. “Jess, dengarkanlah dulu, ini demi kebaikan kamu juga. Tolonglah saya dan Ivy. Saya bangga berteman dengan kamu. Saya dan Ivy berharap kalau kitapun bisa bersama-sama satu universitas. Itu tujuannya. Kita adalah teman baik kamu. Masakan kamu tidak mau menolong kita. Saya yakin dengan kepintaran kamu tidaklah menjadi masalah ke universitas manapun yang kamu inginkan. Sedangkan saya dan Ivy…” Mata Suzie mulai berair. Agak sedikit emosi waktu dia berkata demikian. 
“Jess, tolonglah kita – kita ini. Kita benar-benar berhutang budi sama kamu kalau hal ini terlaksana dengan baik.” tambah Ivy dengan mengiba-iba. 
Suasana menjadi hening. Jess menatap wajah mereka satu persatu. Karena dia agak terharu dan bersimpati tanpa tahu ada maksud tertentu dibalik permintaan mereka. “Saya berharap ini merupakan hal yang pertama dan terakhir yang akan saya lakukan untuk kalian. Dalam arti saya tidak akan pernah menolong kalian lagi kalau itu melanggar hukum.” kata Jess dengan suara yang mantap. Tiba-tiba sontak mereka memeluk Jess dan menangis haru karena Jess mau menolong mereka. Setelah itu mereka langsung merencanakan apa yang harus mereka lakukan. 
Tengah malam
“Ssst…ssst…sini Jess” bisik Ivy. Mereka bertiga sudah tiba di sekolah. Untuk masuk sekolah mereka memanjat pagar. Maklumlah sekolah mereka agak lumayan tua. Untuklah pintu gerbangnya yang sudah berkarat tidak roboh menahan bobot 3 cewe. Cuma bunyi derit yang agak menganggu telinga mereka. Suzie memimpin diantara mereka menuju ruang kepala sekolah. “Jess, kemarin sebelum pulang sekolah, saya sempat mengintip dimana kepala sekolah menyimpan ujiannya. Saya juga sudah mempersiapkan semua perlengkapan. Ini gunting buat gembong, obeng.” bisik Suzie.Tanpa sepengetahuan Jess, ternyata Ivy membawa sebuah video kamera yang berukuran kecil. 
Ketika mereka tiba di depan ruang kepala sekolah yang terkunci, tiba-tiba Suzi berkata.”Ivy harus berada di luar ruangan. Untuk berjaga-jaga kalau ada sesuatu, jadi dia bisa memperingatkan kita.” bisik Suzie. Dalam hati Suzie dan Ivy, betapa tololnya Jess masuk dalam perangkap mereka.Singkat cerita, mereka berhasil masuk ke ruang kepala sekolah. Ketika Jess dan Suzie sudah berada di dalam ruangan, Ivy menyalakan video kamera. Tanpa sepengetahuan Jess, Ivy merekam dan memfokus kameranya hanya ke Jess. 
“Hi, Suz, di lemari mana ujiannya disimpan.” tanya Jess. “Seingat saya, waktu saya mengintip di lemari di bawah meja kepala sekolah.” kata Suzie. “Mungkinkah lemari itu?” tunjuk Jess. Suzie cuma berlagak nggak tahu. “Mungkin. Coba kita lihat.” Jess membuka isi lemari. Tapi mereka tidak mendapatkan satupun kertas ujian. Jess mulai curiga. “Kamu yakin, kalau kepala sekolah menyimpan ujiannya di bawah meja ini?” tanya Jess. “Jess, kamu ngomongnya jangan keras-keras. Iya mungkin saja sekarang sudah dipindahkan ke tempat yang lain.” “Jess, saya mau ke toilet dulu yah.” bisik Suzie. Sebenarnya ini merupakan akal-akalan Suzie, supaya ketika Ivy merekam video, cuma Jess yang terekam di video kamera tersebut. Jess mengangguk. Lagi-lagi mereka tertawa girang dalam hati. Jess boleh pintar dalam pelajaran tapi dalam hal ini betapa tololnya Jess. 
Jess kembali mencari – cari ke seluruh laci dan lemari di ruang kepala sekolah Tapi mereka tidak menemukan kertas ujian mereka. Jangankan kertas ujian mereka, satupun kertas ujian yang lainnya tidak mereka temukan sama sekali. 
“Eh, kok kamu lama sekali. Sorry Suz dan Ivy, saya tidak berhasil menemukan kertas ujian kalian.” bisik Jess. “Mungkin saja kepala sekolah sudah memindahkan seluruh kertas ujian ke tempat yang tidak ketahui.” bisik Ivy. Setelah berhasil menutup pintu ruang kepala sekolah dan memanjat pagar. Mereka pulang dengan mobil Suzie. 
Hari pertama
“Eh, Jess bisakah kamu ke rumah Ivy pukul 11.00 Ok. Di tunggu lho.” Jess membaca pesan sms dari Suzie di hapenya yang mungil. “Nggak masalah.”Jess me-reply pesannya Suzie. Pukul 11 mereka berkumpul di rumah Ivy. 
“Jess, kita langsung saja yah. Ada yang saya mau kasih liat ke kamu.” Ivy berkata sambil menyalahkan video kameranya yang sudah terhubung ke TV. Jess tampak bingung. 
Nggak lama kemudian, tampaklah dirinya di TV di dalam ruangan kepala sekolah sedang mencari – cari suatu. “HENTIKAN. APA-APAN INI KALIAN.” Jerit Jess langsung berdiri. “Kalian betul – betul sinting, gila, ternyata kalian ini seorang yang licik.” Jess tampak marah dengan mukanya yang merah. Mereka belum pernah melihat Jess tampak marah seperti itu. 
“Tenang Jess, duduk dulu. Kita sudah merencanakan ini beberapa bulan yang lalu. Terus terang kita iri sama kamu. Kamu gampang sekali mendapatkan teman karena kepintaran kamu. Sekarang begini: kamu ikut permainan kita, atau video ini akan kita sebar ke sekolah dan youtube.” ancam Suzie yang tampak menyeringai. 
“Permainan apa?” tanya Jess dengan sengit. “Permainan ini kita namakan budak dan majikan. Kita majikan sedangkan kamu budaknya. Kamu harus menuruti APAPUN permintaan kita karena kamu adalah seorang budak.” Ivy menjelaskan sambil tersenyum. Senyum penuh kelicikan dan kemenangan. “Saya nggak benar-benar menyangka, kalau kalian itu ternyata adalah pengecut. Inikah balasan kalian kepada saya???” kata Jess sambil menahan emosinya. “Itu terserah kamu, Jess. Kalau kamu tidak mau menuruti permainan ini, video ini akan kita sebarkan ke sekolah dan youtube. Seluruh sekolah akan tahu kalau murid terpandai di sekolah adalah ternyata telah berbuat curang dalam ujian. Tinggal kamu mau pilih yang mana, ikut permainan kita atau video ini tersebut luas.” balas Suzie. Jess tampak berpikir karena dia sudah mendaftar untuk beasiswa, kalau video ini tersebar luas, maka ini akan membuat seluruh keluarganya malu dan ada kemungkinan dia bisa dikeluarkan dari sekolah. 
“Baiklah, tak ada pilihan lain. Saya ikut permainan kalian.” jawab Jess dengan pasrah. “Bagus itu yang kita harapkan.” kata Ivy dengan senyum penuh kemenangan. “Sekarang kita kasih tahu peraturannya. Peraturan pertama mulai detik ini kamu harus memanggil Suzie dan saya dengan sebutan majikan. Sedangkan kamu adalah budak. Kalau kamu melanggar siap-siaplah terima hukuman dari majikan. Sedangkan peraturan kedua, budak harus menuruti apa perkataan majikan tanpa membantah dan tanpa bertanya. “MENGERTI BUDAK?” teriak Ivy. 
Jess tampak menangis. Air matanya sudah tidak tahan untuk keluar. “Kalian benar-benar biadab.”AWWW… aduh…aduh.” tiba – tiba Suzie menjambak rambut Jess yang panjang. “SEKALI LAGI MAJIKAN BERTANYA MENGERTI BUDAK?” teriak Suzie. 
“Ya…ya…majikan.”kata Jess. “Bagus budak. Itu yang majikan mau. Budak mulai sekarang harus duduk di lantai setiap kali majikan makan. Budak mengerti?” Iya, majikan” kata Jess. 
“Hei, budak, ini coba telepon orang tua budak. Bilang kalau budak pergi camping atau apalah selama 4 hari. Kalo budak coba-coba cerita ke ortu, awas video ini akan disebar luaskan” kata Ivy mengancam sambil melempar hapenya ke Jess. Jess terpaksa berbohong ke ortu bahwa mereka lagi pergi camping selama liburan sekolah selama 4 hari. 
Kemudian Ivy ke kamarnya sambil membawa kantong plastik. “He, budak tidak pantas memakai baju yang bagus. AYO CEPATAN BUKA BAJU DAN CELANA.” teriak Ivy. 
Jess tampak gemetaran ketakutan dan menangis. Tiba-tiba sebuah tendangan mendarat di pantatnya yang membuatnya tersungkur jatuh. “BERHENTI MENANGIS DAN CEPETAN. KALAU MENBANTAH VIDEO INI AKAN DISEBARLUASKAN.” teriak Ivy. Dengan terpaksa Jess harus bertelanjang di hadapan Suzie dan Ivy. Benar-benar tubuh seorang model. Jess merawat tubuhnya dengan rajin. Nggak cuma atletis tapi juga benar-benar padat berisi. Buah dadanya kencang, bulat, padat berisi. Putingnya bulat kecoklat-coklatan, tidak terlalu besar dan terlalu kecil. Perutnya rata. Vaginanya berbulu agak sedikit lebat. Laki-laki manapun akan memandang tubuhnya yang bugil tanpa berkedip. “Sini, budak.” kata Suzie. Suzie kemudian meremas-remas buah dadanya Jess. Di jilat dan dihisap putingnya. Jess tampak menahan nafas. Ada suatu perasaan yang menyenangkan. 
Tiba-tiba Ivy mengambil sesuatu seperti ring yang berukuran lebar dengan disekelilingnya tampak duri. Dipakaikannya ring tersebut ke leher Jess. “Mulai sekarang budak harus merangkak kalau majikan berada di rumah.” kata Ivy. “Iya…majikan” kata Jess menunduk. 
“Sekarang budak coba masturbasi.” kata Suzie sambil melempar dildo ke lantai. “AWAS KALAU BUDAK BERSUARA, BUDAK KENA HUKUMAN.” teriak Suzie. Jess terlentang di lantai dengan kaki terbuka lebar-lebar. Sementara itu Ivy tampak bersiap merekam Jess sedang bermasturbasi. “Ayo tunggu apa lagi.” kata Ivy. Perlahan – lahan dildo itu dimasukin ke vaginanya. Keluar masuk. Benar-benar menyiksa karena selama ini kalau Jess masturbasi dia harus memastikan kalau ortunya tidak ada dirumah sehingga dia bebas mendesah, menjerit tapi kali ini dia tidak boleh mengeluarkan suara. Dengan memejamkan mata, dan mulutnya dikatup rapat-rapat, benar-benar suatu siksaan. Bunyi dildo keluar masuk vaginanya Jess benar-benar memecah kesunyian. Tampak terlihat dia betul-betul menderita karena tidak boleh mendesah. 
Belum sampai 3 menit, tiba-tiba Ivy menarik dildo dari vaginanya. “Ehm, tampak basah oleh cairan. Ternyata budak menikmati sekali.” kata Ivy sambil menjilat dildo yang tampak penuh dengan cairan vaginanya Jess. Benar-benar suatu siksaan bagi Jess karena dia belum sampai orgasme.
“Sini budak. Jilat nih telapak kaki majikan yang kotor.” kata Suzie sambil menyodorkan kakinya yang bau dan kotor. Jess tampak tersiksa karena harus menahan nafas sambil menjilati kedua belah kaki Suzie. “Bagus budak.” kata Suzie. 
Ivy secara tiba-tiba menyeret Jess dengan menarik rambutnya yang panjang. Jess tampak kesakitan. “AMPUN MAJIKAN MAJIKAN.” teriak. Jess tampak menangis. Jess dibawa ke halaman belakang. Ditangannya Suzie tampak sebuah cambuk berwarna coklat dan sebuah borgol berduri yang ada pengaitnya. Ternyata di belakang halaman rumah Ivy, ada sebuah pengait di temboknya. “BANGUN BUDAK, TANGAN DIATAS” teriak Suzie sambil memborgol tangannya Jess dan mengaitkannya ditembok. Tubuhnya yang bugil tergantung dengan tangannya ke atas. Tanpa ampun pantatnya dicambuk oleh Suzie sebanyak 3 X. “NIH HUKUMAN BAGI SEORANG BUDAK YANG PENGECUT.” kata Suzie. Pantatnya langsung merah karena bekas cambuk. Setiap orang yang melihat Jess tergantung pasti merasa kasihan. Tapi tidak untuk Suzie dan Jess. Mereka benar – benar menikmati pemandangan tersebut. 
Suzie kemudian mengambil dildo yang dipakai Jess sebelumnya. Digetarkannya dildo tersebut. Kemudian dimasukin dildonya ke vaginanya Jess dan menyuruhnya untuk menjepit pakai pahanya sambil berpesan,” Awas kalau dildo ini sampai jatuh, nggak ada ampun hukumannya, budak.” kata Suzie sambil meludah ke mukanya Jess. Ivy langsung mengambil sebuah penjepit untuk mulut. Dengan kata lain, Jess tidak akan bisa berbicara karena penjepit itu tepat berada di antara bibirnya yang sensual tersebut. 
Jess benar-benar tersiksa. Karena pahanya harus menahan dildo agar tidak terjatuh, tapi di lain pihak dia benar-benar menikmati getaran dildo tersebut. Dia tidak bisa mendesah. 
Sementara itu Suzie dan Ivy berlalu. Entah mereka kemana. Jess tampak berpikir bagaimana untuk melarikan diri. Dia coba menarik-narik borgol yang membelengu tangannya tapi tidak berhasil. Tanganya terborgol dengan ketat sementara itu kaitannya nempel di tembok. Mustahil untuk melarikan diri. Mulutnya terasa sakit karena besi penjepit mulut tersebut menekan bibirnya dengan keras. 
Saat itu Jess merasakan dia adalah orang yang paling bodoh di dunia ini. Dia merasa lebih baik mati saja daripada disiksa seperti ini. Tiba-tiba dia merasakan bahwa dildo yang berada di vaginanya mulai merosot turun. Jess tahu karena cairan vaginanya membasahi dildo sehingga tampak licin mulai merosot turun. Jess mati-matian berusaha menjepit dengan pahanya. Wajahnya tampak panik. Dildo itu akhirnya jatuh ke lantai. 
Terdengar suara menjerit dari ruang dalam,”BUDAAAAAK.” teriak Ivy yang langsung berlari menuju halaman belakang. Tanpa ampun ditamparnya Jess. Darah mengalir dari bibirnya yang pecah. “Ini budak, harus dikasih hukuman.” sahut Suzie. “Tenang, Suz masih banyak yang akan kita lakukan dengan budak ini.” kata Ivy tersenyum sambil membuka pergelangan tangannya dan melepaskan penjepit dari mulutnya. Jess nampak lega. “AYO MERANGKAK.” teriak Suzie. Ivy kemudian melepaskan seluruh bajunya dan celananya. Buah dadanya tidak terlalu besar dibandingkan Jess. Vaginanya bersih dari bulu kemaluan. “BUDAK CEPETAN, JILAT INI KLITORIS.” teriak Ivy. Ivy membuka kakinya lebar-lebar. Dia mendesah-desah nggak karuan. Aaaah…aaah….aah…teruskan budak. Sungguh nikmat. Dalam hati Jess lebih menikmati untuk menjilat klitoris daripada harus digantung. “Budak, buka mulut cepat. Nih terima air kencing majikan. Awas kalo tidak ditelan.” kata Ivy. Suzie yang berada di sampingnya membantu ‘membukakan’ mulutnya Jess. Tiba-tiba dari lubang vaginanya Ivy mengalir air kencing berwarna kekuning-kuningan. Bau amis menusuk hidung Jess. Mati-matian dia berusaha menelan air kencingnya Ivy. Benar – benar pemandangan menjijikan. Wajahnya basah dengan air kencingnya Ivy. Suzie dan Ivy tertawa terbahak-bahak. 
Suzie kemudian mengambilkan sebuah ‘pakaian’ untuk Jess. “Awas kalo budak membersihkan wajah.”ancam Suzie. “Karena budak menurut perintah majikan, maka majikan akan mengajak pergi ke mall.” Pakai pakaian ini.” kata Ivy sambil menyodorkan tank top yang ketat dan rok mini yang betul-betul pendek. Bau kencing memenuhi isi ruangan. Jadi setiap kali, Jess membungkuk untuk mengambil sesuatu di lantai, maka belahan bibir vaginanya akan terlihat dengan jelas dari belakang. Putingnya tercetak dengan jelas, karena tank topnya ketat sekali untuk ukuran buah dadanya yang 34C
Kurang lebih dari 15 menit, mereka akhirnya tiba di mall. Mereka membiarkan Jess berjalan di depan. Mereka mengancam,” Kalau budak melarikan diri, tanpa ampun videonya akan disebarluaskan.” Semua mata pengunjung melotot terutama laki-laki ke arah Jess sambil mengernyit hidungnya, maklumlah bau amis. Mereka berkeliling-keliling tanpa tujuan yang jelas. Akhirnya mereka mendapat akal. “Budak sini, naik ke mobil. Buka baju dan celana.” kata Ivy. Dengan bugil, Jess naik ke mobil. Mereka ternyata tidak langsung pulang, tapi mereka berkeliling seperti mencari sesuatu.“Stop di sini.” Ivy berkata sambil menunjuk kearah 3 orang laki-laki yang sedang duduk menunggu bus. “Budak, ambil dildo ini terus masturbasi di depan 3 laki-laki itu sampai orgasme.” kata Suzie. Jess benar-benar dipermalukan. Suzie dan Ivy menunggu di seberang sambil memperhatikan Jess. Mereka tertawa terbahak-bahak. 
Jess duduk di bangku yang disediakan di stasiun bus. Dia kemudian melirik ke arah seberang. Suzie dan Ivy memperhatikan dia. Jess masturbasi di hadapan 3 orang laki-laki yang bengong melihat dirinya. Dia mendesah-desah. Aaah…aah…aahh…Dildonya dimasukin keluar masuk. Sementara itu tangannya yang satu lagi meremas-remas buah dadanya yang padat berisi. Mereka tampak gelisah. Desahan Jess makin kencang. Aaah…aah…aah…yes…feels good…pertanda dia makin mendekati orgasme. Keluar masuk dildonya makin dipercepat. Akhirnya AAAAAAAHHH….AAAHHHHH…Jess orgasme. Tubuhnya agak sedikit mengejang. Sebelum akhirnya dia berdiri dan menyeberang ke jalan. “Bagus, budak.” kata Ivy. 
Tidak lama kemudian mereka sampai di rumah sudah mulai agak gelap. Sebenarnya sebelum mereka pulang, mereka mampir ke toko pizza untuk dibawa pulang. Mereka memasang kembali ring ke lehernya kemudian memberikan sepotong pizza di atas piring dan menaruhnya di atas lantai. “Budak, makanlah seperti seekor ******. Awas kalau pakai tangan.” kata Suzie. Jess yang dari tadi pagi belum sempat makan. Benar – benar tersiksa karena pizza itu sendiri agak susah dimakan tanpa pakai tangan. Tanpa sadar dia mencoba menarik pizza itu pakai tangannya. “AAAAH…AAAAH…”Jess tampak menjerit kesakitan karena tangannya diinjak pakai sepatu Ivy, sedangkan pizzanya terlempar. “Ini hukuman seorang budak yang melawan.” kata Suzie dengan mukanya yang bengis. “Ampun majikan, ampun majikan. Budak lapar.” Jess mengiba-iba. “Nih, kalau mau dimakan.” Suzie mengambil pizzanya Jess dan menaruhnya di tong sampah. Benar-benar biadab. Jess menangis. Mereka kembali tertawa-tawa. Jess cuma bisa menyesali tindakannya yang bodoh. Coba kalau saja dia tidak menuruti kemauan temannya untuk menyelinap ke sekolah tengah malam, maka ini tidak akan terjadi dengan dirinya. 
Lagi-lagi ditariknya rambut Jess dan menyeretnya ke halaman belakang oleh Ivy. Sedangkan Suzie mengambil kembali borgol dan mengaitkannya tangannya ke tembok sehingga Jess dalam keadaan tergantung. Mereka benar-benar menyiksa dirinya tanpa ampun. Diambilnya pecut dan kemudian dipecutnya beberapa kali dibagian pantatnya. Jess menjerit kesakitan. Pantatnya kemerah-merahan. 
“Budak harus tidur tergantung di sini. Awas kalau coba-coba melarikan diri, video ini akan disebarluaskan. Mengerti budak?” tanya Suzie dengan garangnya. Jess mengangguk. PRAK… PRAK… Ivy menampar muka Jess. “KALAU BUDAK DITANYA, HARUS MENJAWAB, MENGERTI?” teriak Ivy. “Mengertiii… majikan.” Jawab Jess lemah. “Bagus, budak.” kata Ivy sebelum berlalu dijambak rambutnya Jess yang kembali menjerit kesakitan. Jess merasa dia lebih mati daripada disiksa seperti ini. Apalagi malam ini dingin sekali. Tubuhnya yang bugil menggigil kedinginan. Perutnya terasa lapar. Dia merasa betul – betul tersiksa.



Hari kedua
BYUR…BYUR…BYUR…Ivy membangunkan Jess yang masih tergantung dengan seember air yang dingin. Dengan muka yang masih kecapaian, kurang tidur dan tiba – tiba dia dibangunkan dengan cara yang ‘mengerikan’ yakni disiram air. Suzie dan Ivy tahu betul cara menyiksa temannya tanpa ada rasa belas kasihan. Jess yang tanpa bersalah menjadi korban penyiksaan mereka. Yang mereka pikir adalah ‘fun’. 
Tanpa sepengetahuan mereka, sorotan mata Jess yang tadinya lemah berubah menjadi tajam. Sorotan marah dan dendam mendidih di dadanya. Mereka betul – betul menghancurkan masa depannya. Hatinya betul – betul sakit, hancur, harga dirinya betul-betul terinjak dengan permainan mereka. Dirinya merasa dikhianati. Jiwanya ingin sekali membalas dendam kepada mereka. 
Suzie kemudian melepaskan belenggu yang mengikat pergelangan tangannya. Badannya langsung lemah dan jatuh tergulai dilantai. Sebuah tendangan menghantam perutnya. “AYO MERANGKAK BUDAK” teriak Ivy. Dengan sekuat tenaga Jess coba merangkak. 
“Sini budak.” kata Ivy. “Majikan butuh uang. Majikan ada tugas buat budak. Lihat baik – baik ini gelas. Budak harus memenuhi gelas kecil ini dengan sperma laki-laki yang budak blowjob atau handjob. Setiap kali budak blowjob atau handjob, laki-laki itu harus memberikan sumbangan di kotak ini.” kata Suzie. “MENGERTI BUDAK???” jerit Ivy. 
“Mengerti…mengerti majikan.” jawab Jess tanpa berani menatap majikannya. 
“HA HA HA HA HA” mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Ivy kemudian memberikan baju tank top dan rok mini yang kemarin dipakainya di mall. “Majikan akan mengikuti budak dari belakang. Gelas kecil itu harus penuh dengan sperma. Awas jangan coba-coba lari.” ancam Suzie. 
Jess langsung keluar berjalan kearah jalan yang tidak terlalu ramai. Matanya agak silau dengan sinar matahari. Dia melihat sekeliling. Seorang laki-laki berdiri menunggu di depan toko. Didekatinya laki-laki itu. “Selamat pagi. Saya sedang butuh uang untuk makan. Apa bapak bersedia saya blowjob?” Tanpa malu-malu dia perlihatkan buah dadanya yang padat berisi. Laki-laki itu tampak melotot sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Penisnya tampak mengacung keluar dengan kerasnya. Dihisapnya penis tersebut. Laki-laki itu merasakan sensasi yang luar biasa. Dalam hati ini mimpi apa dia semalam? 
Jess memasturbasi penis laki-laki yang tak dikenalnya. Nggak lama kemudian, laki-laki itu sedikit kejang dan akhirnya Jess buru-buru mengambil gelas dan menampung muntahan sperma itu di gelas kecil. Kemudian laki-laki itu memberikan selembar uang kertas ke Jess. 
Berikutnya Jess berjalan kearah lapangan. Di sana ada segerombolan anak laki-laki yang sedang bermain bola. Jess berjalan sendiri melewati mereka. Mata semua laki-laki tampak melotot ke arahnya. Jess berhenti sejenak. “Hei, kalian sini semua.” kata Jess. Tampak kurang lebih 10 laki-laki berkerumum mengelilingi Jess. “Eh, saya butuh uang. Siapa mau saya handjob?” tanya Jess tanpa malu-malu. Sambil memperlihatkan vaginanya yang berbulu, dia kemudian duduk sambil melebarkan kakinya. Tiba-tiba laki-laki yang bertubuh tinggi besar menyeruak ke tengah sambil berkata,” Nih, penis gue. Silahkan di handjob.” Laki-laki itu ternyata memiliki penis yang besar. Jess menghisap penis dengan gaya deep throat. Tapi tetap saja dia hampir tersedak. Kemudian dia langsung ganti dengan handjob karena dia tidak mau kalau spermanya masuk ke mulutnya. Nggak lama kemudian, laki-laki itu memuntahkan spermanya, tampak berkali-kali penisnya menembakkan sperma ke gelas. Laki – laki itu memasukan uang koin ke dalam kotak yang disediakan. “Siapa berikutnya?” tanya Jess. “Saya…saya…saya…” semua orang berteriak. “Ayo semuanya berbaris.” kata Jess. Jess benar-benar merasa sudah tidak ada harga dirinya lagi. Mereka semua diblow job oleh Jess dan tubuhnya Jess pun agak kotor karena ada beberapa laki-laki yang ingin meremas dan memegang buah dadanya yang padat berisi. Kotak uangpun sudah nampak berat. Suzie dan Ivy yang mengintip dari kejauhan sebenarnya merasa horny. 
Jess menyerahkan kotak yang berisi uang dan menunjukkan gelas kecil itu penuh dengan cairan yang berwarna putih alias sperma. “Bagus budak, kamu melakukan tugas kamu dengan baik.” kata Ivy. 
Sampainya di rumah Ivy, Suzie menyiapkan makan siang. Ivy teringat mengenai pizza yang masih tersisa di tong sampah. “Sini budak. Makan nih pizza yang bekas kemarin.” kata Ivy sambil meletakkan di lantai. Jess benar-benar mual melihat pizza tersebut apalagi baunya yang menyengat. Anjingpun tak akan mau makan makanan yang baunya seperti itu karena lalat – lalat berkerumum mengelilingi pizza tersebut. 
Tiba-tiba Ivy yang sejak tadi memperhatikan Jess, langsung mengambil pizza dan menjejalkan ke mulutnya. Jess tampak meronta-ronta. Suzie langsung bantu membuka mulutnya. Tanpa ampun pizza itu disodokkan kemulutnya. Jess tampak tersedak-sedak dan batuk-batuk. Mukanya yang cantik dan bibirnya yang sensual sangat tidak karuan karena kotor dengan pizza dan sampah. 
OOEEK…OOEEK…tiba-tiba Jess muntah. Tanpa ampun Suzie menjambak rambutnya dan menekan kepalanya ke lantai. “AYO BUDAK, MAKAN NIH MUNTAHAN. KURANG AJAR DIKASIH MAKAN DIMUNTAHIN.” teriak Suzie. Tanpa ada belas kasihan sama sekali, Jess dipaksa untuk memakan muntahannya sendiri. Mukanya betul-betul tidak karuan. Baunya sangat menyengat. Jess menangis. Hatinya betul-betul dendam kepada kedua temannya. Setiap orang yang melihatnya pasti pilu. Binatang peliharaan pun tidak diberlakukan demikian. 
“AYO JILAT MUNTAHAN ITU DI LANTAI SAMPAI BERSIH” teriak Ivy sambil mencambuk tubuh Jess. Tubuhnya tampak kemerah-merahan. Penyiksaannya betul-betul kelewat batas. Permainan ini bukanlah ‘permainan’ tapi betul-betul sudah menghancurkan masa depan gadis yang betul – betul pintar dan disenangi teman-temannya sekelas. 
“Bagus, budak. Bagaimana apakah sudah kenyang? Oh, iya budak haus ingin minum?” tanya Ivy. Kemudian Ivy menyodorkan gelas kecil yang berisi sperma. Jess merasa ingin muntah melihat gelas kecil tersebut. Tapi dia ingat apabila dia muntah, maka dia harus memakan muntahannya kembali. “AYO DIMINUM HABISKAN. TUNGGU APALAGI.” teriak Suzie. Dengan perasaan sangat jijik, ditegaknya gelas yang berisi sperma. Benar-benar ingin muntah membayangkannya saja. Suzie dan Ivy tertawa terbahak-bahak. 
“Sepertinya budak kita perlu dikasih istirahat. Bagaimana???” tanya Ivy. “Iyalah” jawab Suzie. Sambil dalam keadaan merangkak, dengan tubuh yang masih memar akibat pecutan, Ivy menarik rambutnya dan dengan menahan sakit Jess merangkak ke halaman belakang. Suzie mengambil borgol dan mengikat tangannya ke atas dan penjepit mulut dipasangkan kembali seperti biasa. Entah karena kecapaian atau penyiksaan, Jess tertidur dengan tegak tergantung. 
Ketika Jess membuka matanya, terdengar suara mendesah dan mengerang. Suara seperti orang berhubungan seks. Dia melihat di ruang tamu, seorang laki-laki sedang bergelut dengan Suzie dan Ivy. Dengan posisi doggy style penis laki-laki itu menancap di belakang vaginanya Suzie sedangkan laki-laki itu menghisap, menjilat vaginanya Ivy. C’mon…c’mon…harder…harder…fuck me…aaah…aaah… mau tidak mau Jess agak terangsang mendengarnya. Jess kurang bisa melihat siapa orang itu dari halaman belakang. Setelah itu giliran Suzie menghisap penisnya yang tegak berdiri, mengacung dengan kerasnya. Dikulum, dihisapnya. Penis itu basah dengan ludahnya bercampur dengan cairan vaginanya. Dengan berganti posisi, sekarang giliran Ivy yang di-fuck- laki-laki ini. Laki-laki itu duduk di kursi dan Ivy dipangku. Penis laki-laki itu menghujam langsung ke vaginanya yang hanya berbulu segaris. Buah dadanya Ivy (mungkin berukuran 32C) tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan Jess. Sedangkan Suzie duduk di sebelahnya sambil bermasturbasi memainkan klitorisnya. Aaah…aah…aah…keep going…fuck me…baby…fuck me…Laki-laki itu tampak meremas-remas buah dadanya Suzie yang cukup besar tapi tidak terlalu bulat padat seperti Jess. Berukuran 34D. Putingnya agak besar. Laki-laki itu mencoba untuk menghisap putingnya sambil Ivy naik turun di atas penisnya. Aaah…aah…aah…Tiba-tiba laki-laki itu menarik penisnya dan menyuruh Ivy turun dari pangkuannya. “Saya akan keluar cum.” desah laki-laki itu. Suzie dan Ivy berjongkok sementara laki-laki itu mengocok penisnya. Semburan sperma keluar mengenai wajah Suzie dan Ivy. Sebagian lagi mengenai rambut mereka. Suzie dan Ivy masih terus menghisap sisa-sisa sperma yang masih ada di penis mereka. Laki-laki itu kemudian duduk. Keringat membasahi tubuhnya yang cukup atletis. 
Jess coba mendengarkan percakapan diantara mereka. “Ben, kau sungguh hebat.” puji Suzie. “Jess pasti berbahagia bersama kamu. Tubuh kamu sungguh atletis.” Tambahnya lagi. 
Ben. Nama itu seperti mengingatkan akan pacarnya. Ben adalah seorang pemain rugby di sebuah klub dekat rumahnya. Makanya tubuhnya atletis. Jess coba mempincingkan matanya untuk memastikan bahwa itu adalah Ben, kekasihnya. 
“Oh, tidak…tidak…tidak…betul itu adalah Ben yang duduk di tengah bersama Suzie dan Ivy yang masih tertawa – tawa.” kata Jess dalam hati. Ben dan Jess belum sekalipun berhubungan seks ketika mereka berpacaran. Dunia terasa berputar. Teman – teman dekatnya menghianati dirinya. Sekarang pacarnya mengkhianati dirinya. Dia pikir lebih baik mati daripada harus menderita seperti ini. 
Terdengar pintu ditutup. Jess pura-pura masih tertidur. Lagi-lagi BYUR…BYUR…seember air disiramkan ke wajahnya. “BANGUN BUDAK.” teriak Ivy. Suzie membukakan penjepit mulutnya dan borgol di kedua belah tangannya. Jess jatuh dan terkulai lemas. “Hari ini betapa bahagianya majikan bisa ngeseks dengan Ben.” kata Suzie sambil seolah – olah bernyanyi. “Ben sungguh atletis, ketika penisnya yang besar itu bergesek dengan dinding vagina majikan, sungguh nikmat.” tambah Ivy. Jess benar-benar panas dan kupingnya merah. 
“KALIAN BIADAB, PENGECUT!!!!” teriak Jess dengan marahnya. Suzie dan Ivy benar – benar kaget dibuatnya. “Ooh..rupanya budak kita marah, hah!!!” kata Ivy sambil menyindir. CTAR…CTAR…CTAR bunyi cambuk itu mengenai tubuhnya. Kali ini betul – betul keras. Darah mengalir disekujur tubuhnya. Jess meringis kesakitan. “Ini hukuman bagi seorang budak yang membangkang.” kata Suzie. Ditendang perutnya Jess. Jess terhuyung-huyung jatuh terkulai. 
Tiba-tiba Ivy melihat ember di halaman belakang dekat Jess yang sedang terkulai. Diisinya ember itu dengan air. Kemudian kepalanya dicelupkan ke dalam ember. Jess menggelepar – ngelepar. Diangkat kembali kepalanya hanya untuk mengambil nafas sebentar. Setelah itu kembali Suzie mencelupkan kepalanya ke ember tersebut. Muka Jess sudah tidak karuan. Hidungnya mengeluarkan darah. 
“INILAH HUKUMAN BAGI SEORANG BUDAK YANG MEMBANGKANG.” Teriak Ivy. Lagi – lagi cambuk mendarat di tubuhnya yang masih luka akibat cambuk sebelumnya. Belum puas juga, Suzie kemudian menginjak jari-jarinya Jess. Jess menjerit kesakitan. “HA..HA..HA..HA..” tawa Suzie itu mengerikan. Ivy kemudian menjambak rambutnya hingga sebagian kecil rambutnya rontok. Mahkotanya yang selalu dibanggakan sebagai seorang wanita. Jess menjerit kesakitan. 
“Coba ambil lilin dan korek api!!!” perintah Suzie kepada Ivy. Tidak lama kemudian Ivy memberikan lilin dan korek api kepada Suzie. Suzie menyalakan lilin tersebut. Sementara itu Ivy menginjak kedua belah jari jemarinya supaya tidak bisa bergerak. Perlahan-lahan lilin itu meleleh dan dengan sengaja lelehan itu yang masih panas itu diteteskan ke putingnya. Jess menjerit kesakitan. “Teruskan, bagus…” kata Ivy sambil tertawa kesenangan melihat Jess menderita. Lagi-lagi lelehan lilin itu mengenai putingnya yang satu lagi. Jess kembali menjerit kesakitan. Putingnya tampak kemerah-merahan panas kena lelehan dari lilin dan lelehan itu langsung mengering. 
Nggak lama kemudian tak ada reaksi dari Jess. Ternyata Jess pingsan. “Suz, coba cek nafasnya apakah masih bernafas?” tanya Ivy yang agak ketakutan. Suzie mendekatkan telinganya ke dadanya Jess. Detak jantungnya masih ada dan masih bernafas. “Tenanglah Ivy, dia masih hidup dan bernafas.” kata Suzie. Mereka membiarkan Jess dengan tubuh bugil tergeletak di halaman belakang. Sementara mereka masuk ke dalam.
“Suz, saya lapar ini. Ayo makan di luar.” kata Ivy. “Bolehlah. Tapi bagaimana dengan budak kita?” tanya Suzie. “Sudah biarkanlah. Kita perginya cuma sebentar. Percayalah dia tidak akan bangun sebelum dia kembali.” Ivy menenangkan Suzie.
10 menit kemudian mereka kembali. Mereka kaget karena Jess tidak ada di halaman belakang. “Hah, oh, tidak…” Suzie agak kaget. “Kemana perginya Jess?” Ivy mencoba mereka-reka, “Jess tidak mungkin pergi ke luar. Karena pintu depan dan pintu belakang terkunci dan cukup sulit baginya untuk memanjat keluar dengan kondisinya seperti ini. 
“HEI, BUDAK KEMBALIIII!!!” jerit Ivy. “AWAS KALAU KETEMU, TIDAK ADA AMPUN HUKUMANNYA.” ancam Suzie. “BUDAAAK….BUDAAAK…BUDAAAK…” mereka memanggil Jess. Tapi tetap saja yang dipanggil tidak nongol. “Tuh, khan kamu sih, mestinya sebelum kita pergi, Jess musti diborgol dulu tangannya dan dikaitkan ditembok.” Ivy agak kesal karena perutnya belum diisi makanan sedari siang tadi dan sekarang mereka harus menemukan Jess. 
“Bagaimana kalau kita mencarinya berpencar?” tanya Suzie. “Saya mencarinya di dalam sedangkan kamu mencarinya di luar.” Ivy berkata sambil memberikan senter ke Suzie. 
Suzie sebenarnya agak ogah mencari Jess di halaman belakang. Maklumlah halaman belakang Ivy agak besar dan rimbun penuh dengan pepohonan. Sambil memanggil “BUDAK…BUDAK…”, Suzie menggerakan senternya ke segala arah. Tepat di halaman belakang di pojok ada sebuah gudang yang tidak terpakai. Hatinya agak ragu, apakah harus ke sana untuk memeriksa. Perlahan – lahan dia mendekat dan diperiksanya sekeliling gudang tersebut. Tiba – tiba “BRUK BRUK” Suzie jatuh pingsan. Sepasang tangan menarik tubuhnya dibalik gudang tersebut. Sesosok itu nampak bersembunyi di dekat gudang sambil mengintai ke dalam rumah. 
Sementara itu Ivy berusaha keras mencari Jess. “HEI BUDAK DIMANAKAH BUDAK BERADA? CEPAT KELUAR ATAU VIDEO INI DISEBARLUASKAN?” Ivy mengancam sambil berjalan ke halaman belakang. 
“SUZIEEEE…SUZIEEEE…DIMANAKAH KAU SEKARANG?” jerit Ivy. Bulu tengkuknya merinding. “AYO DONG SUZIE. JANGAN MAIN - MAIN!!!” jerit Ivy yang mulai ketakutan. Tanpa senter ditangan, Ivy mulai berjalan ke halaman belakang. Tangannya mulai sedikit gemetaran. Saat itu bukan bulan purnama. Jadi halaman belakang itu gelap sekali. Tiba-tiba dari belakang “BRUK…BRUK…” sebuah kayu menghantam kepala Ivy. Lagi – lagi sebuah tangan menarik tubuhnya yang pingsan. 
Siapa lagi kalau bukan Jess? Kejadiannya begini. Ketika Suzie dan Jess keluar untuk membeli makanan, sebenarnya Jess pura-pura pingsan. Dia tahu itulah satu-satunya jalan baginya untuk keluar dari penyiksaan yang bertubi – tubi menimpa dirinya. Jadi ketika mereka sudah tidak ada, dengan sisa-sisa kekuatan yang ada dia berusaha bangkit, walaupun tubuhnya lemah dan sudah tidak bertenaga. Dia kemudian berlari menuju kamar Ivy untuk mengambil bajunya yang disimpan disana. Dia merasa inilah saatnya yang ditunggu – tunggu untuk membalaskan dendam kepada kedua temannya. Akhirnya Jess menemukan tempat yang tepat untuk bersembunyi yaitu dibalik sebuah gudang yang letaknya berada di pojok halaman belakang sambil mengenggam sepotong patahan kayu. 
Setelah kedua temannya pingsan, Jess tiba-tiba mendapat akal. Ketika dia masih kecil, ayahnya sering membawanya ke sebuah pondok yang ayahnya bangun di tengah hutan dekat sungai yang mengalir. Mereka sering bermain di sana. Boleh dikatakan adalah tempat peristirahatan mereka. Tapi sudah lama tempat itu tidak digunakan oleh orang tuanya yang sangat sibuk dengan kesibukan kerja mereka. Terakhir Jess pergi, pondok itu masih terawat baik walaupun orangtuanya jarang sekali datang. 
Jess berhasil menemukan seutas tali di sekitar gudang tersebut. Otaknya langsung bekerja. Sebelum Suzie dan Ivy bangun lebih baik tangan mereka lebih baik diikat dulu pikir Jess. Jess benar-benar merasa lelah, penat dan tubuhnya agak babak belur tapi dia merasa ada sesuatu dorongan kekuatan yang mampu melakukan semuanya ini. 
Pertama-tama digotongnya Suzie dan dimasukinnya ke dalam mobilnya sendiri, setelah itu giliran Ivy digotongnya dan kembali dimasukin ke dalam mobilnya Suzie. Tanpa kesulitan Jess menemukan kunci mobil tersebut. Dengan menahan kantuk, lapar dan rasa lelah yang menderanya, Jess terus menyetir mobil tersebut. Karena dia ingin cepat – cepat di pondok tersebut sebelum ada orang lain melihat dia ditengah kegelapan malam. 
Setelah menyetir kurang lebih setengah jam, dia berhasil menemukan pondok tersebut. Pondok itu masih utuh tapi banyak sekali debu yang menempel di sana. Dengan sisa kekuatan yang ada diseretnya Suzie dan diletakan di lantai dan setelah itu Jess kembali ke mobil dan menyeret Ivy sambil diletakan di lantai ruang tamu bersama Suzie. 
Jess mencoba untuk mengingat dimana ayahnya dulu menyimpan segala peralatan setelah 5 menit mencari kesana kemari, akhirnya dia menemukan ruangan dimana seluruh peralatan ayahnya ditemukan yaitu digarasi belakang. Dipotongnya tali dan sebagai penggantinya diambilnya rantai kemudian diikatkan kedua belah tangannya dan kakinya Suzie dan Ivy secara terpisah sebelum mereka siuman dari pingsan. Setelah selesai dipasangnya kawat duri digarasi belakang, tinggal digunting dan dikaitkan ditembok. Jess merasa ada suatu kekuatan yang membuat dia bisa melakukan hal ini walaupun tubuhnya sangat penat, capai dan nyeri. Terakhir dipasangnya pengait dilangit-langit atas supaya rantainya bisa diikat dipengait tersebut untuk mengantung Suzie dan Ivy. Kemudian dia langsung lari ketempat dia meletakan Suzie dan Ivy, diseretnya Suzie dulu kemudian digantungnya dia dengan tangan diatas sedangkan kakinya sama sekali tidak menyentuh lantai. Karena tidak mau mengambil resiko, Ivypun dilakukan dengan cara yang sama. Setelah selesai dia merasa hampir mau pingsan karena rasa capai akibat penyiksaan secara mental dan fisik. 
Tiba-tiba terdengar bunyi gemercing rantai bergoyang. Jess kaget. Karena saat itu ia berada di ruang tamu untuk memulihkan tenaganya. “TOLONG…TOLONG…TOLONG” jerit Ivy. Tidak lama kemudian Suzie terbangun dengan perasaan kaget sambil berontak. Jess kemudian berlari menuju mereka dan terjadilah percakapan diantara mereka:
“Apa- apaan nih Jess?”
“Hei,hei jangan panggil saya, Jess. Bukankah saya adalah budak kalian?”
“Ayolah kita khan teman kamu, masa kamu tega melakukan ini terhadap kita?”
“TEMAN??? HA..HA..HA.. BENARKAH SAYA TEMAN KALIAN? SELAMA DUA HARI APA YANG KALIAN LAKUKAN TERHADAP SAYA? APAKAH SEORANG TEMAN MEMPERLAKUKAN TEMANNYA DENGAN CARA DEMIKIAN?”
“Maafkanlah saya dan Ivy. Kita tidak ada maksud mencederai kamu.”
“Oh, maaf…? Cuma kata itukah yang bisa keluar dari mulut kamu? Saya pikir seorang majikan tidak pernah minta maaf kepada budaknya…atau jaman sudah berubah.
“KALIAN TIDAK TAHU APA DAMPAKNYA PERMAINAN KALIAN TERHADAP SAYA. TIDAK HANYA KALIAN MENYAKITI FISIK SAYA TAPI KALIAN JUGA MERENDAHKAN, MENGHINA HARGA DIRI SAYA. SEKARANG SAYA ADALAH BUKAN JESS YANG DULU, YANG CERIA. KALIAN TUNGGU SAJA PEMBALASAN DARI SAYA. ” Jerit Jess dengan tatapan matanya yang tajam dan dingin. Suzie dan Ivy merinding ketakutan dan merasa menyesal.
Suzie mencoba meronta-ronta untuk melepaskan diri. Tapi tiba-tiba di menjerit kesakitan. Karena ketika dia meronta, tanpa sadar kawat duri yang dipasang ditembok mengenai bagian belakang tubuhnya. AAAH…AAAH…AAAH…jeritnya yang keras.
“Suzie, Ivy silahkan kalian menjerit sepuas-puasnya. Tidak ada orang yang menolong kalian. Oh, saya teringat sesuatu.” kata Jess sambil tersenyum. Senyum pembalasan. Jess kemudian pergi ke luar untuk mengambil sesuatu dari mobil. Kemudian diperlihatkannya kepada Suzie dan Ivy. Ivy tampak kaget, pucat pasi. “Bebaskanlah saya, nanti saya akan hapus video kamu.” Ivy mengiba-iba. “Lucunya kamu, Ivy. Saya akan hapus dengan cara saya sendiri. Kalian lihat baik-baik. Ok.” kata Jess. Jess menaruh kamera video tersebut di lantai, kemudian diambilnya martil berukuran besar. Kemudian diayunkan martil tersebut sekuat tenaga. Dalam sekejab hancurlah video kamera tersebut. Ivy menjerit-jerit. 
“JESS, KAMU BIADAB. AWAS KALAU SAYA BERHASIL MELEPASKAN DIRI DARI RANTAI INI, TUNGGU BALASANNYA.” Jerit Ivy. “Silahkan Ivy, kalau kau sanggup melepaskan diri.” Kepingan atau pecahan video kamera tersebut dikumpulkan jadi satu dengan memakai sapu. Setelah itu diambilnya korek api dan dibakarnya video kamera tersebut dihadapan Suzie dan Ivy. 
“TIDAAAAAAAAAAAK…” teriak Suzie dengan kalapnya. Karena sebagian kecil dari video kamera tersebut terbuat dari besi, maka tidak ikut meleleh. Dipungutnya dengan memakai sarung tangan dan bagian besi yang hangus tapi tidak meleleh itu ditempelkan di kakinya Suzie. Suzie menjerit sekeras-keras,” AAAH…AAAH…” Karena dia meronta – ronta maka baju kaos belakangnya mulai sobek-sobek dan kulitnya di punggung belakangnya mulai tergores dengan kawat duri. Suzie merasa menyesal dengan apa yang telah dia lakukan terhadap Jess. Kulit di kakinya meleleh dan melepuh karena panas. Kembali Suzie menjerit-jerit,” JESS, AMPUN JESS. TOLONG LEPASKAN SAYA. SAYA TIDAK SANGGUP LAGI. PANAAAAS…”
Melihat hal tersebut, Ivy ketakutan setengah mati. Mukanya pucat pasi. Kembali Jess mengambil besi hangus yang masih panas, kali ini ditempelkan di pergelangan tangannya Ivy. “AAAAAAAAH…AAAAAH…AMPUN JESS…PANAS…” teriak Ivy. Wajahnya menjerit kesakitan. Herannya Jess tidak ada rasa kasihan di hatinya melihat temannya menderita. Hatinya sudah dipenuhi dengan dendam yang membara. 
“Hari ini kalian beristirahat dengan tenang. Besok akan ada banyak hal menarik yang akan bisa dilakukan.” kata Jess dengan santainya. Jess menutup pintu dan menguncinya kemudian dia menuju kamar kecil di pondok tersebut. 
Suasana menjadi sunyi senyap, yang terdengar adalah hanya bunyi binatang di luar sana dan sungai yang mengalir. Maklumlah pondok ini terletak di tengah hutan yang terpencil. 
Jess bangun pagi-pagi benar. Dia merasa cukup segar. Sambil bersenandung riang, Jess menuju ke tempat dimana 2 ‘tawanan’ disekap. Mereka tampak tertidur. Diambilnya 2 buah lilin dan dinyalakannya. Ditaruhnya lilin tersebut persis dibawah kaki mereka yang tergantung. Hanya butuh waktu 5 detik, mereka terbangun karena merasakan kaki mereka terbakar. “PANAS…PANAS…PANAS…” jerit mereka. Mereka meronta-ronta. Mereka lupa, kalau dibelakang punggung mereka ada kawat duri. Akibatnya punggung mereka terkoyak-koyak oleh kawat duri. Mereka coba mengangkat kaki mereka menjauh dari lilin. Tapi itu hanya bertahan sebentar karena rantai yang mengikat mereka berat sekali. 
“KAU BIADAB SEKALI JESS. TIDAK ADA RASA KASIHAN.” teriak Suzie. “Bagaimana kalian sendiri memperlakukan saya? Kalian menyiksa saya dan merendahkan diri saya.” kata Jess sambil memperlihatkan bekas luka cambukan di sekujur tubuhnya. “BUNUH SAJA KITA SEKALIAN. DENGAN BEGITU KAU PUAS.” teriak Ivy. “Bunuh kalian? Ha..ha..ha..Tidak semudah itu. Kalian harus menderita terlebih dahulu.” Jess menatap mereka dengan tatapan yang tajam. 
Jess pergi ke luar dari pondok tersebut. Dia tampak mencari-cari sesuatu. “Aha. Ini yang kucari-cari.” Ternyata dia menemukan pohon jeruk nipis yang tumbuh dekat pondok tersebut. Dipetiknya beberapa buah, kemudian dipotongnya dan diperasnya. Air dari jeruk nipis tersebut ditampung di 2 buah ember kecil yang kemudian diisi dengan air. 
“Kalian bau sekali hari ini. Agaknya perlu mandi. Saya yang mandikan kalian.” kata Jess. 
Jess membukakan baju mereka sehingga mereka bugil. Bau amis darah tercium dari dekat. Maklumlah punggung mereka tergores-gores kawat duri. Mereka tampak pasrah dan sebagian kulit mereka melepuh karena panas. 
Jess berdiri di tengah – tengah mereka dengan menaiki bangku. Perlahan-lahan embernya diangkat dan airnya dituang mulai dari kepala Suzie. Air yang berisi jeruk nipis itu perlahan mengalir dan mengenai luka-luka dipunggungnya. Akibatnya dapat ditebak, tubuh mereka beraksi karena perih. Suzie menjerit-jerit karena air itu juga mengenai luka bakar dibagian kakinya. Akibatnya sudah dapat ditebak. Punggungnya kembali tergores luka. Kali ini lukanya semakin dalam. Darah menetes mengalir dari punggungnya yang sobek akibat kawat duri. 
Ivy bergidik melihat temannya menderita. Sama seperti Suzie, Ivy pun mengalami hal yang sama. Mereka mengutuk Jess. Benar-benar sadis. Tapi Jess betul-betul menikmati pembalasan tersebut. Kulit punggung mereka yang mulus menjadi tersayat-sayat oleh kawat duri. Hari demi hari penyiksaannya bertambah sadis. Ivy teringat betapa rambutnya di jambak oleh mereka. Untuk membalaskan dendam tersebut, Ivy bermaksud menggunting rambut mereka sampai botak, tapi apa daya dia tidak menemukan gunting kecil yang dia mau, tapi sebagai gantinya dia menemukan gunting rumput. Akibatnya dapat ditebak, dengan sengaja dia menggunting rambut mereka, tapi karena itu bukan gunting rambut, maka kulit kepala mereka mengelupas. Darah mengalir dari kepala mereka. Mereka menjerit-jerit kesakitan. Wajah mereka tidak karuan lagi karena penuh dengan darah yang mengalir. “HA..HA..HA..SAYA MENIKMATI PEMANDANGAN INI.” Jess tertawa. Garasi tempat mereka disekap mulai banyak darah yang mengalir. Bau amis tercium dari dalam pondok tersebut. Tapi Jess tidak peduli.
Cerita beralih ke orang tua Suzie, Ivy dan Jess. Mereka panik karena anak-anak mereka hilang karena sudah lebih dari 4 hari. Polisi dihubungi. Mereka coba melacak kira-kira kemana mereka pergi ataukah mereka diculik. Beberapa orang dipanggil untuk dimintai keterangan. Akhirnya mereka membuat selebaran daftar pencarian orang (DPO) lengkap dengan foto mereka dan no kontak yang dapat dihubungi. Orangtua mereka benar-benar stress berat karena kuatir dengan anak mereka. 
Suatu hari di kantor polisi, seseorang mengetuk pintu. “Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu nona?” tanya polisi tersebut. Yang ditanya diam dan ditangannya ada sebuah selebaran DPO yang ditempel polisi di seluruh pelosok kota tersebut. Selebaran tersebut ditunjukkan kepada polisi. “Jadi nona mengetahui dimana mereka berada?” tanya polisi tersebut. Jess mengangguk sambil membuka jaket yang menutupi bajunya. Polisi tersebut kaget karena baju tersebut banyak sekali noda darah. Polisi langsung menuju ke tempat kejadian perkara (TKP) dan ketika mereka melihat kedua korban, sungguh mereka tidak dapat dikenali. Tubuh mereka rusak akibat penyiksaan. 
Tiga bulan kemudian setelah peristiwa tersebut. Jess disidangkan dengan tuduhan penyiksaan yang sadis dengan berakibat meninggalnya 2 orang korban. Jaksa menuntut hukuman mati dengan lethal injection buat Jess. Sebelumnya Jess dites psikologi. Tidak ada kelainan dalam dirinya. Orangtuanya mencoba untuk naik banding melalui pengacara yang mereka sewa, tapi ditolak oleh pengadilan. Dalam 3 tahun mereka coba banding sampai ke supreme court (mahkamah agung), tapi tetap ditolak. Akhirnya keadilan itu datang juga. 
Sehari sebelum eksekusi, kejaksaan menanyakan apa ada permintaan terakhir buat Jess? Jess kemudian menyerahkan sebuah surat yang ditulisnya. Isinya sebagai berikut.
Untuk orang-orang yang saya kasihi,
Terima kasih saya ucapkan kepada ayah dan ibu yang telah membesarkan saya. Waktunya hampir tiba untuk saya mengucapkan selama tinggal kepada semuanya dan kepada dunia ini. Janganlah kau tangisi kepergian saya, karena suatu saat kita pasti bertemu kembali. 
Saya juga ingin minta maaf kepada orangtua Suzie dan Ivy yang karena saya mereka meninggal dan kalian menderita karena kehilangan mereka. Sayalah yang bertanggungjawab atas kematian mereka. 
Saya cuma minta satu hal, ketika saya sudah meninggal, kuburkanlah saya disamping pusara Suzie dan Ivy. 
Selamat jalan semuanya. Sampai bertemu kembali. 
Jess
Semua orang yang hadir di ruangan tersebut menitikkan airmata. Jess gadis yang periang, pintar harus mengakhiri hidupnya dengan hukuman mati. Perlahan-lahan cairan maut yang diinjeksi melalui pergelangan tangannya mengalir ke seluruh tubuh. Dia meninggal dengan tersenyum. 
Beristirahatlah dengan tenang Jess. Kita semua mengasihimu.

No comments:

Post a Comment